SELAMAT DATANG DI FORUM SP.FARKES TSPCKR.




Sunday, August 5, 2012

Upah Layak Direvisi

Jakarta, Pemerintah memutuskan segera merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 17/2005 tentang 46 komponen acuan survei kebutuhan hidup layak. Silang pendapat survei KHL antara buruh dan pengusaha membuat penetapan upah minimum kerap ricuh.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar memanggil 16 kepala dinas tenaga kerja provinsi bersama perwakilan serikat buruh dan pengusaha di Jakarta, Selasa (29/11).
Sampai kini, baru 15 provinsi yang menetapkan upah minimum provinsi (UMP), sementara 16 provinsi lainnya masih proses sidang atau menunggu penetapan oleh gubernur. Provinsi lainnya tidak menetapkan UMP
”Kami tidak bisa berjalan sendiri tanpa kesepakatan tripartit nasional dan Dewan Pengupahan Nasional. Mereka harus menuntaskan revisi Permennakertrans Nomor 17/2005 ini paling lama Desember,” ujarnya.
Tripartit adalah forum dialog buruh, pengusaha, dan pemerintah. Ketiga unsur ini juga duduk dalam dewan pengupahan membuat survei bulanan KHL kecuali lembaran acuan penetapan UMP.
Memisahkan
Anggota Dewan Pengarah Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization) dari unsur serikat buruh, Rekson Silaban, mengungkapkan, pemerintah perlu memisahkan komponen UMP dan upah hidup layak. Upah minimum bertujuan melindungi buruh yang rentan jadi miskin, dan upah hidup layak adalah nilai minimum yang dibutuhkan agar buruh hidup sejahtera.
”Regulasi KHL banyak kelemahan dan 46 komponen ketinggalan zaman. Kalau hanya mengubah peraturan menteri, tidak akan ada perbaikan mendasar pengupahan,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pekerja Indonesia Muhammad Rusdi berpendapat senada. Menurut Rusdi, sistem pengupahan harus memisahkan komponen perumahan, transportasi, dan pendidikan dari survei upah minimum. ”Negara juga harus lebih berperan dengan subsidi perumahan dan pendidikan agar pekerja bisa berhemat,” ujarnya.
Secara terpisah, pakar manajemen sumber daya manusia Universitas Negeri Jakarta, Erman Suparno, mengatakan, penetapan UMP kerap ribut karena perusahaan memandang pekerja sebagai alat produksi.
”Cara pikir ini harus diubah. Perusahaan bisa untung justru karena pekerja berinovasi, kreatif, dan bertanggung jawab,” ujarnya. (ham)

No comments: